Jumat, 29 Juni 2012

Petting dan Rokok Picu Kanker Mulut Rahim

Jika anda seorang perempuan perokok, ada baiknya anda menghentikan kebiasaan tidak sehat itu sekarang juga Atau Anda Mengganti Rokok Yang Berkadar Nikotin Rendah . Sebab kanker mulut rahim (serviks), momok pembunuh nomor 1 perempuan di Indonesia, tengah mengancam para penggemar nikotin.
“Ada korelasinya, sehingga rokok bisa jadi faktor pemicu kanker ini,” kata pakar ginekologi Prof Dr dr Hendy Muhardin Moegni SpOg.
Hal disampaikan dalam jumpa pers di Departemen Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran UI, Jl Kimia, Jakarta, belum lama ini.
Kanker serviks berasal dari human papiloma virus (HPV) yang umum ditularkan melalui kontak seksual. Tidak hanya lewat penetrasi, tapi juga aktivitas petting (melakukan hubungan seks dengan atau tanpa pakaian, tetapi tanpa melakukan penetrasi penis ke dalam vagina).
Untuk mencegah kanker ini, perempuan harus mengurangi perilaku berisiko. “Khususnya bagi remaja putri, agar tidak mencoba merokok, dan tidak pula memulai aktivitas seksual terlalu dini,” kata Hendy.
Data prevalensi dari penelitian Globocan pada tahun 2002, menyebut setiap harinya ditemukan 41 kasus dan 20 kematian gara-gara kanker serviks di Indonesia.
Menurut penelitian WHO, di seluruh dunia terjadi 490,000 kasus kanker serviks dan mengakibatkan 240,000 kematian tiap tahunnya. 80 Persen dari angka itu terjadi di Asia. (yz)
Sumber sebagian di Copy Paste From : http://www.resep.web.id/kesehatan/petting-dan-rokok-picu-kanker-mulut-rahim.htm

Sabtu, 02 Juni 2012

Jangan Sampai Terbelit Hutang karena Kanker Serviks!

Jangan biarkan masa depan anak perempuan Anda hancur karena kanker serviks.

Isu tentang kanker serviks makin hangat belakangan ini. Bagaimana tidak, di Indonesia, setiap jam satu perempuan meninggal karena kanker serviks. Tidak heran bila Perempuan Peduli Kanker Serviks (PPKS, yang berada di bawah Yayasan Kanker Indonesia) merasa perlu lebih meningkatkan kewaspadaan mengenai penyakit mematikan ini. Bahkan PPKS mengadakan program pap smear gratis untuk 2.000 perempuan di Jabotabek.

Setiap perempuan memiliki risiko untuk terkena kanker serviks, tanpa melihat kondisi sosial, ekonomi, status, dan usia. Kasus kanker serviks di Indonesia sangat tinggi, karena kurangnya kesadaran perempuan untuk melakukan deteksi dini.
''Mereka mungkin merasa takut, atau merasa tidak memiliki gejala-gejala kanker serviks dan hanya menunggu, sehingga saat diketahui sudah stadium lanjut,'' tutur Ketua II YKI dr Mellisa S Luwia, SpBP, dalam peringatan satu tahun PPKS-YKI di Jakarta Pusat, Senin (25/1/2010) lalu.
Ketidaktahuan tersebut umumnya disebabkan karena kanker serviks tidak menunjukkan gejala khusus. Ketika sudah memasuki stadium lanjut, penderitanya harus menjalani serangkaian pengobatan yang tidak murah. Padahal, dari banyak kasus yang terjadi, perempuan yang terkena umumnya berada pada usia produktif (baik ibu rumah tangga maupun yang bekerja).
Sebagai gambaran saja, biaya pengobatan dan terapi pra-kanker atau kanker serviks (meliputi pembedahan atau pengangkatan rahim, radioterapi, kemoterapi, kolposkopi, dan biopsi) akan menghabiskan sekitar Rp 60 juta. Itu belum termasuk biaya pengobatan setelah menjalani seluruh perawatan, dan biaya untuk konsultasi rutin setelah lepas dari kanker. Sementara, biaya yang diperlukan untuk pencegahan kanker serviks dengan deteksi dini (pencegahan sekunder) cukup dengan melakukan pap smear atau IVA (inspeksi visual dengan asam asetat) secara teratur dengan biaya antara berkisar Rp 50.000 - Rp 200.000 (sekali periksa).
Jika sudah terkena penyakit ini, dipastikan penderita terbelit biaya pengobatan yang begitu besar, dan hal ini kerap menimbulkan beban bagi penderita maupun keluarganya.
''Makanya program penyuluhan ini diharapkan akan lebih menggugah kesadaran para perempuan untuk segera melakukan tindakan pencegahan kanker serviks. Karena setiap perempuan berisiko terkena kanker serviks, padahal kanker serviks dapat dicegah,'' jelas dr Mellisa.
Untuk mengetahui apakah kita memiliki bibit kanker serviks, diperlukan pap smear lebih dari satu kali (setahun satu kali). Pada pap smear pertama virus yang menginvasi rahim bisa jadi belum terlihat. Setelah pemeriksaan kedua (tahun selanjutnya, RED) baru terlihat jelas. Karena itu pemeriksaan pap smear rutin perlu dilakukan setiap tahun. Selain dengan pap smear, kanker serviks juga dapat dicegah dengan vaksinasi yang saat ini sudah lebih terjangkau harganya.
Bagaimana dengan Anda, apakah Anda sudah rutin menjalani pap smear? Anda tinggal mengunjungi dokter kandungan Anda di tempat prakteknya untuk mendapatkan pemeriksaan ini.

Di Kutip Dari Kompas.com Edisi Rabu, 27 Januari 2010 | 15:29 WIB